CIAMIS,(PRLM).-Kunci utama kelancaran
pembentukan daerah otonom baru (DOB) Kabupaten Pangandaran lepas dari
induknya, Kabupaten Ciamis tergantung pada sikap pemerintah menyangkut
moratorium pemekaran wilayah.
Guna mengantisipasi kemungkinan terjadinya konflik, penetapan wilayah
berikut ibukota DOB baru harus tegas tercantum dalam UU pembentukan
wilayah tersebut.
"DPR sudah tidak ada masalah, lancar. Hanya saja yang mungkin menjadi
hambatan adalah mengenai kelanjutan moratorium atau penghentian
sementara pemekaran wilayah. Apabila presiden dengan tegas mencabut
aturan tersebut, maka pembahasan bisa semakin lancar. Kami bisa optimis
tahun ini sudah terbentuk," tutur mantan anggota DPP RI yang ikut
membidani lahirnya Kabupaten Pangandaran, Eka Santoso.
Dia mengatakan hal itu usai peresmian Pusat Kajian Kebudayaan Galuh di Universitas Galuh, Kab. Ciamis, Rabu (11/4).
Pembentukan Kabupaten Pangandaran yang terdiri dari sepuluh kecamatan
di Ciamis selatan, lanjutnya, dimaksudkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Salah satunya adalah dengan memutus rentang kendali pemerintahan yang
jauh, mendekatkan pelayanan masyarakat serta membagi anggaran nasional
untuk Pangandaran.
"Kenyataan tidak hanya untuk meningkatkan pelayanan semata, akan
tetapi juga untuk membagi "kue" nasional atau anggaran dari pemerintah
pusat ke daerah," tuturnya.
Eka Santosa yang saat ini menjadi Duta Sawala (Sekjen) Baresan Olot
Tatar Sunda, menambahkan bahwa pemekaran atau pembentukan Kabupaten
Pangandaran merupakan solusi tepat bagi masyarakat Ciamis selatan, yang
merasa diperlakukan tidak adil. Hal tersebut berkenaan dengan rentang
kendali atau jarang yang sangat jauh antara Pangandaran dengan ibu kota
Kabupaten Ciamis.
"Masyarakat harus memiliki pandangan sama. Jangan dulu bicara siapa
yang bakal menjadi bupati atau pejabat di daerah yang baru. Semua harus
memiliki kesamaan pandangan. Kami juga berharap agar jangan sampau
muncul sikap skeptis atau curiga, tidak mudah percaya dengan adanya
pemekaran. Ini semenata-mata untuk kepentingan masyarakat," katanya.
Untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya konflik paska penetapan,
ia menambahkan bahwa seluruh aset maupun wilayah harus secara tegas
dicantumkan dalam UU pembentukan Kabupaten Pangandaran. Selain
mencantumkan nama wilayah, juga harus dilengkapi dengan tapal batas, ibu
kota kabupaten, aset serta hal penting lainnya.
"Dengan demikian semua hal harus terinci masuk dalam UUnya. Termasuk
kesanggupan bantuan kabupaten dan provinsi. Misalnya Kabupaten Caiamis
menyediakan anggaran sebesar Rp 5 miliar, itu juga harus dicantumkan,"
tegas Eka.
Pada bagian lain, mantan Ketua DPRD Jawa Barat itu mengatakan bahwa
penanganan wilayah tidak bisa diserahkan kepada kabupaten, akan tetapi
harus mengacu pada grand design atau desain induk pengelolaan wilayah
pembangunan Provinsi Jawa Barat. Desain induk tersebut merupakan hasil
musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) Jawa Barat.
"Untuk menghadapi DOB, pemerintah provinsi atau Gubernur Jabar juga
sudah harus memikirkan soal grand desgn seluruh wilayah. Dengan adanya
pegangan tersebut, maka penataan wilayah semakin terencana dengan lebih
baik. Yang penting sekali lagi jangan muncul sikap spektis terhadap
pemekaran," tuturnya.
Pembahasan pemekaran Ciamis atau pembentukan Kabupaten Pangandaran,
berlangsung lebih cepat dibandingkan daerah lain. Hal tersebut
disebabkan karena proses pembahasn pemekaran sepenuhnya didukung oleh
data dan relatis yang ada di lapangan.
"Ada daerah yang begitu lama dalam pembahasan, karena data yang
diaujukan sumir. Misalnya menyangkut bagaimana pelimpahan aset, batas
wilayah, kesangguypan kabupaten induk dan provinsi dan lainnya," ungkap
Eka Santosa.(A-101/A-89)***Pikiran Rakyat
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !