A. Pendahuluan
Pembicaraan mengenai kualitas pendidikan maka harus diingat factor determinan, yaitu kepemimpinan pendidikan. Dalam kepemimpinan pendidikan, seorang leader melakukan kegiatan-kegiatan yang disebut dengan decision making (pengambilan keputusan). Dalam proses pengambilan keputusan ini atau yang sering kita sebut dalam konteks pendidikan sebagai jasa public, maka leader harus memperhatikan berbagai factor sebelum mengeluarkan produk kebijakan public di bidang pendidikan. Dalam situasi seperti ini maka pengambilan keputusan sangat dipengaruhi oleh adanya factor politik. Oleh karena itu, maka produk kebijakan politik kadangkala menjadi kurang efektif dalam implementasinya.
Berangkat dari persoalan itu, maka makalah ini ingin sedikit memperbincangkan persoalan kepemimpinan dan politik pendidikan, dengan lebih banyak dikonsentrasikan pada persoalan berikut: 1) bagaimana makna sesungguhnya dari pendidikan sebagai human investman yang memperhatikan nilai equity dan equallity?, 2).Bagaimana Content/ isi yang terkandung dalam UU BHP?, 3). Bagaimana relasi antara visionary leadership, transformasional leadership dan perubahan?
B. Makna pendidikan sebagai Human Invesment dengan memperhatikan nilai-nilai equity dan equallty.
Pendidikan sebagai humat investment, sehingga keberadaannya harus terkait dan kembali hasil atau keluaran yang bermanfaat/ menguntungkan secara financial dan sosial. Jika ditinjau dari out putnya, maka out put ini adalah orang yang berguna bagi dirinya, keluarganya dan lingkungannya, artinya lulusan ini mencakup juga out comes-nya, yaitu berupa hasil investasi pendidikan yang selama ini dijalani siswa untuk menjadi sesuatu yang berguna atau bermanfaat (benefit). Khusus untuk outcomes pendidikan dasar dan menengah adalah siswa dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau jika tidak dapat melanjutkan study siswa daapat bekerja kepada orang lain, atau mandiri, hidup layak, dapat bersosialisasi dan bermasyarakat . (Komariyah dan triatna, 2006).
Sutermeister (1976:3) menyatakan bahwa “perubahan dan peningkatan kualitas SDM dipengaruhi oleh pendidikan. Pendidikan dipandang sebagai factor penentu keberhasilan seseorang, baik secara social maupun ekonomi. Nilai pendidikan merupakan aset moral, yaitu dalam bentuk pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dalam pendidikan merupakan investasi.”
Pendidikan sebagai sebuah investasi memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) merupakan investasi jangka panjang, di mana hasil / dampaknya akan dirasakan dalam jangka waktu satu generasi (15-20 tahun), 2) Tidak bisa diulang, karena usia subyek didik berlangsung terus, 3) Merupakan industri pelayanan jasa yang sangat besar ditinjau dari jumlah orang yang terlibat, kepentingan yang dilayani, biaya yang diperlukan, an fasilitas yang harus disediakan, dan 4) memiliki multifying effect / social benefit yang paling dominan. (Djam,an, 2008)
Manfaat yang bisa diambil dari pendidikan sebagai investasi manusia antara lain juga dikemukan oleh Walter and Terry dalam Hasbiyallah (2008); a) manfaat non moneter, yaitu diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati pension dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan dan b) manfaat moneter, yaitu manfaat ekonomi berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan di bawahnya.
Pendidikan sebagai investasi manusia dalam prakteknya harus mempertimbangkan nilai persamaan hak (equality) dan keadilan (equity). Konsep equality di sini tidak berarti identik; sebab setiap individu memiliki kapasitas fisik dan psikis masing-masing yang tidak sama, sikap hidup dan prinsip yang bervariasi dan berbeda, yang harus dihormati oleh orang lain dan juga pemerintah. Sehingga persamaan yang dimaksudkan di sini lebih diartikan kepada pemberian kesempatan yang sama untuk realisasi diri (berkembang) dan mendapatkan pendidikan. Sedangkan equity (keadilan) dalam pendidikan artinya pendidikan tidak membedakan manusia atas perbedaan kelas social atau gender, tetapi manusia memiliki harkat yang sama sehingga memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang sama berdasarkan kemampuannya masing-masing (Susanto, 2008).
Equality dalam pendidikan di Indonesia sesungguhnya belum berjalan dengan maksimal. Walaupun dalam amandemen UUD 1945, setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan, namun sesungguhnya mereka tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu apalagi final. Hanya kelompok tertentu saja yang memperoleh kesempatan itu. Indonesia baru mengusahakan equity, dan ini pun menurut saya terbatas pada pembiayaan. Misalkan, alokasi pembiayaan untuk Pendidikan Tinggi jauh lebih besar dari pendidikan dasar dan menengah. Bahkan kebijakan Bantuan Operasinal Sekolah (BOS) justruu tidak menganut prinsip equity.
C. Isu publik
dalam kebijakan kurikulum 2013 dari aspek kepemimpinan pendidikan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat
cepat membawa dampak terhadap berbagai perubahan aspek kehidupan, termasuk
dalam pendidikan yang mengalami perubahan dalam kurikulum. Seiring dengan
kamajuan zaman, sistem pendidikan menuntut untuk memenuhi faktor kebutuhan
hidup yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Peran kurikulum dalam sekolah tidak
hanya membekali peserta didik dengan
ilmu pengetahuan, akan tetapi juga dituntut untuk dapat mengembangkan minat dan
bakat, membentuk moral dan kepribadian, bahkan dituntut agar anak didik dapat
menguasai berbagai macam keterampilan yang dibutuhkan untuk memenuhi dunia
pekerjaan.
Salah satu fungsi
kurikulum ialah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang pada
dasarnya kurikulum memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang saling
berkaitan dan berinteraksi satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan
tersebut. Komponen merupakan satu sistem dari berbagai komponen yang saling
berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, sebab kalau satu
komponen saja tidak ada atau tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Permasalahan pendidikan
saat ini bukan hanya kurikulum, kurikulum hanya secuil dari masalah pendidikan.
Masalah pendidikan banyak diantaranya kualitas guru, sarana dan prasarana
pendidikan, implementasi anggaran pendidikan, politisasi pendidikan, pemerataan
pendidikan dan lain-lain. Pemerintah perlu melihat yang urgen untuk perbaikan
pendidikan nasional. Mengubah kurikulum bukan solusi yang tepat untuk perbaikan
pendidikan saat ini.
Beberapa dasar Kritik
terhadap kurikulum 2013 antara lain:
1. Kebijakan kurikulum 2013 adalah cara pemerintah
untuk mempertahankan Ujian Nasional (UN) dikarenakan pembuatan buku yang
seragam seluruh indonesia. Dalam sistem pendidikan pemerintah mendukung
keberagaman tetapi membuat keseragaman yaitu dengan pembuatan buku yang
seragam.
2. Kebijakan kurikulum 2013 membuat sistem
pendidikan kita seperti pabrik dalam artian guru hanya boneka saja dan bekerja
seperti mesin karena tidak perlu membuat RPP lagi, terkesan guru dimanja
3. Kurikulum 2013 terkesan pemaksaan, karena harus
dilaksanakan tahun 2013 ini tanpa kajian yang mendalam dan uji yang benar-benar
mengindonesia
4. Kurikulum 2013 kurang relevan dalam perbaikan
pendidikan dan kurang relevan kepada guru sebagai tenaga professional
5. Kurikulum 2013 tidak menghargai gaya guru
mengajar dan metode pengajaran, karena pelaku kurikulum bukan pemerintah tetapi
guru, karena gurulah yang tahu apa yang seharusnya di ajarkan
6. Kurikulum 2013 produk pemerintah atau produk luar
negeri, dalam artian siapa yang berkepentingan dalam kurikulum 2013 ini?
7. Tidak benar dalam efektivitas mengajar pada
kurikulum KTSP tidak efektivitas tidak membangun pembentukan karakter darimana
dasar pemikirannya justru KTSP lebih efektif karena di beri ruang kebebasan
berekpresi bagi guru.
8. Nampak jelas bahwa partisipasi guru dalam
pengembangan kebijakan tidak diikutsertakan sehingga informasi yang didapatkan
tidak akurat, sehingga tidak sesuai dengan hasil yang sebenarnya
Yang menjadi masalah
dalam implementasi kurikulum adalah bagaimana persiapan guru, guru merupakan
ujung tombak dari komponen pendidikan.
Guru masih banyak tidak
tahu apa tujuan kurikulum dibentuk padahal kita tahu bahwa tujuan kurikulum
adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, persoalan yang
lain terjadi di lapangan, justru banyak guru tak proaktif dengan informasi dan
perkembangan kurikulum. Sangat sedikit guru yang memperbaharui pengetahuannya.
Itulah yang
menyebabkan, tak sedikit guru yang takut dengan isu perubahan kurikulum. Tak
pelak, mereka pesimis dengan arah perubahan yang diusung kurikulum 2013.
Melihat persolan di
atas ada beberapa saran untuk perbaikan guru Dalam implementasi kurikulum 2013
ada Empat kompetensi yang seharusnya dikuasai guru, yakni manajemen kelas,
evaluasi belajar mengajar, metode mengajar, dan upaya pengembangan karakter.
Kurikulum 2013 sudah
ditetapkan dan akan berlangsung, namun antusiasme guru untuk mengetahui masih
kurang. Dalam peningkatan dan pengembangan kurikulum guru harus pelajari
kurikulum 2013 sebab, tantangan kita hari ini, , bukan sekadar melatih guru
tentang kurikulum dan mencetak guru yang pintar melainkan bagaimana para guru
yang pintar ini bisa menularkan keterampilannya sehingga guru lain turut
pintar.Mentranstormasi ilmu ke
guru lain menjadi salah satu persoalan yang saat ini dihadapi guru-guru kita.
Banyak guru pintar tapi tak tergerak hati untuk menularkan ilmu dan
pengetahuannya pada guru lain.
D. Relasi Antara Visionary Leadership, Transformasional Leadership dan Perubahan .
Sebelum pembicaraan menukik pada persoalan bagaimana relasi antara Visionary Leadership, Transformasional Leadership dan Perubahan , penting sekali dipahami masing-masing konsep Visionary Leadership, Transformasional Leadership dan Perubahan. Oleh karena itu tulisan ini akan terlebih dahulu mengenalkan ketiga konsep tersebut secara terpisah sebelum kemudian dilakukan analisis korelasi antar ketiganya.
1. Konsep Visionary leadership
Kepemimpinan visioner adalah kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa masa depan yang penuh tantangan. Lantas, menjadi agen perubahan yang unggul dan menjadi penentu organisasi yang memahami prioritas, menjadi pelatih yang professional, serta dapat membimbing personel lainnya ke arah profesionalisme kerja yang diharapkan (Komariyah dan Triatna, 2006).
Ciri-ciri kepemimpinan visioner menurut John Adair dalam Komariyah dan Triatna (2006) adalah 1) memiliki integritas pribadi, 2) memiliki antusiasme terhadap perkembangan lembaga yang dipimpinnya, 3) mengembangkan kehangatan, budaya dan iklim organisasi, 4) memiliki ketenangan dalam manajemen organisasi dan 5) tegas dan adil dalam mengambil tindakan/ kebijakan kelembagaan.
Terkait dengan ciri-ciri kepemimpinan visioner, maka langkah-langkah kerja yang harus dilakukan oleh pemimpin visioner dalam rangka menjalankan perubahan adalah 1) menciptakan visi, 2) Perumusan visi, 3) Transformasi visi, dan 4) implementasi visi
2. Konsep transformasional leadership
Kepemimpinan Transformasional merupakan jenis kepemimpinan yang menekankan pentingnya sistem nilai untuk meningkatkan kesadaran pengikut tentang masalah-masalah etis, memobilisasi energi dan sumber daya untuk mereformasi diri. (Yeoh, 1995). Burns (1978) mengemukakan “ transforming leadership…occurs when one or more persons engage with a others in such a way that leaders and followers raise one another to higher levels of motivation and morality.
Ciri kepemimpinan transformasional, menurut Bass dan Avilio dalam Rozi (2008) antara lain; 1) menstimulasi semangat kerja kolega dan pengikutnya untuk melihat pekerjaan mereka dari beberapa perspektif baru, 2) Menurunkan visi atau misi kepada tim dan organisasinya, 3) mengembangkan kolega dan pengikutnya pada tingkat kemampuan dan potensial yang lebih tinggi, dan 4) memotivasi kolega dan pengikutnya untuk melihat pada kepentingannya masing-masing, sehingga dapat bermanfaat bagi kepentingan organisasinya.
3. Konsep Perubahan
Perubahan adalah membuat sesuatu menjadi berbeda. Perbedaan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju pada keadaan yang diinginkan di masa depan. Perubahan itu dapat terjadi pada struktur organisasi, proses mekanisme kerja, sumbeer daya manusia dan budaya (Wibowo, 2006 dalam Juhaidi dan Makruf, 2008).
4. Keterkaitan Visionery leadership, transformational Leadership dan perubahan yang diwujudkan dalam Balance Scorecard.
Untuk mewujudkan organisasi pendidikan yang bermutu, adaptif terhadap perubahan zaman, maka diperlukan kepemimpinan yang cerdas dan responsive terhadap perubahan. Kepemipinan pendidikan yang dimaksud adalah kepemimpinan visioner dan transformasional. Kerja pemimpin ini adalah menciptakan dan mentransformasikan perubahan dalam dunia pendidikan. Yang Tak kalah pentingnya adalah bagaimana menggunakan seluruh sumber daya/ elemen organisasi pendidikan dengan seimbang. Karena dalam konsep Balance scorecard (BSC), jika lembaga tidak memiliki keeseimbangan antara penggunaan sumber daya dengan hasil yang dicapai, maka yang terjadi adalah ketimpangan, inefisiensi dan ketidakefektifan. (Alma, 2003). Akibatnya pelanggan tidak puas, dan pada gilirannya lembaga akan ditinggalkan oleh pelanggan. Oleh karena itu di sinilah pentingnya kemampuan kerja pemimpin yang visioner dan transformative dengan menggunakan perangkat BSC agar pemimpin dapat mengelola lembaga dengan mengutamakan pada kepuasan pelanggan, proses, dan perbaikan lembaga untuk menghadapi masa depan.
Elemen BSC sendiri menurut Alma (2003) terdiri dari:
1) Financial, meliputi pertumbuhan tingkat pendapatan, penghasilan kotor, return of investment, return on capital, dan nilai tambah.
2) Customer; tingkat perolehan pelanggan baru, kemampuan mempertahankan pelanggan lama, tingkat profitabilitas pelanggan, hubungan dengan pelanggan, citra dan reputasi lembaga.
3) Proses bisnis internal; identifikasi kebutuhan pelanggan, tingkat kerusakan produk, efisiensi kegiatan produksi, waktu yang dihabiskan dan sebagainya.
E. Penutup
Berdasarkan atas pembahasan di atas maka bisa disimpulkan bahwa kepemimpinan pendidikan dan politik pendidikan ada sebenarnya justru sebagai satu instrument untuk mewujudkan pendidikan bermutu tanpa yang mengacu kepada nilai-nilai equality dan equity. Di mana sesungguhnya nilai-niliai tersebut ada dalam rangka memperkembangkan potensi yang dimiliki manusia secara manusiawi. Dalam prakteknya untuk sampai kepada pendidikan bermutu, maka kemudian seorang pemimpin pendidikan dengan berbagai tipe atau gaya kepemimpinannya mengacu kepada BSC.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !